Selasa, 26 Februari 2013

Pasar di Jawa Kuno




Titi Surti Nastiti
(ringkasan buku Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna abad VIII-XI Masehi)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar pada masa Mataram Kuna mempunyai peranan penting dalam aktivitas masyarakat, baik di dalam aktivitas ekonomi maupun dalam aktivitas sosial. Pada masa itu, pasar tampak sebagai suatu sistem yang merupakan suatu kesatuan dari komponen-komponen yang mempunyai fungsi untuk mendukung fungsi secara keseluruhan. Adapun komponen pasar antara lain lokasi, bentuk fisik, komoditi, produksi, distribusi, transportasi, transaksi serta rotasi.

Lokasi pasar biasanya dipilih di tempat strategis, yaitu di tepi sungai, seperti yang disebutkan dalam prasasti Turyyan dan prasasti Muñcang atau berlokasi di tepi jalan besar. Pemilihan lokasi yang strategis itu, baik sengaja ataupun tidak memudahkan orang-orang untuk datanag ke pasar melalui jalur darat maupun jalur sungai.

Adapun bentuk fisik pasar, tempat dimana kegiatan jual beli berlangsung, ada yang berupa lapangan terbuka seperti pasar Turyyan. Pada hari-hari tertentu pasar Turyyan dipakai sebagai pasar dan pada hari-hari lainnya dipakai untuk berbagai macam kegiatan, yang dalam kasus ini dipergunakan untuk upacara penetapan sima. Selain lapangan terbuka, pasar dapat pula berupa bangunan semi permanen atau permanen seperti yang disebutkan dalam kakawin Nāgarakṛtāgama. Adanya perbedaan bentuk fisik pasar, mungkin karena perbedaan status dari pasar itu sendiri. Pasar dengan bangunan semi permanen maupun permanen adalah pasar kerajaan atau pasar besar, sedangkan pasar yang hanya berupa lapangan terbuka adalah pasar desa.

Jenis-jenis komoditi yang diperdagangkan di pasar berupa hasil bumi, hewan ternak dan ikan, telur serta hasil industri rumah tangga. Jenis-jenis komoditi tersebut dapat dibedakan atas hasil produksinya, yaitu hasil produksi primer dan hasil produksi sekunder. Bidang yang meliputi produksi primer antara lain pertanian, peternakan, dan perikanan; sedangkan produksi sekunder meliputi aktivitas industri kecil yang diusahakan oleh para perajin. Dari hasil tersebut dapat dilihat juga kemampuan masyarakat pada masa itu yang telah dapat mengubah materi yang tidak atau kurang ekonomis menjadi ekonomis, misalnya mereka telah memproduksi garam, ikan asin, minyak jarak, minyak kelapa, dll.

Untuk lancarnya transportasi, terutama jalur darat maka dibuat prasarana yang berupa jalan, jembatan dan keamanan. Keamanan di jalan merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas perdagangan, karena seperti disebutkan dalam prasasti Kaladi, banyak perampok yang beraksi pada siang hari maupun malam hari di jalan-jalan yang dilalui pedagang.

Alat angkut yang dipakai para pedagang untuk membawa komoditi ke pasar bermacam-macam jenisnya. Para pedagang yang melalui jalur sungai menggunakan perahu sebagai alat angkutnya, sedangkan untuk jalur darat sarananya lebih beragam tergantung jumlah barang yang dibawa. Apabila jumlah komoditi yang akan dijual tidak begitu banyak, maka akan dibawa sendiri oleh pedagangnya, baik dipikul maupun digendong dengan bakul atau dapat pula diangkut oleh kuda atau sapi. Jika tidak terangkut oleh kuda atau sapi, maka akan diangkut oleh pedati atau gerobak yang ditarik kerbau atau sapi. Pedagang yang memikul dagangannya yang ditempatkan dalam dua buah keranjang atau menggendong bakul masih berlanjut hingga kini, meskipun ada juga yang telah dimodifikasi yaitu kedua keranjangnya diletakkan di kiri-kanan boncengan sepeda yang dikenal dengan istilah rengkek. Adapun pedagang yang mengangkut barang dagangannya dengan kuda sudah tidak dijumpai lagi sekarang, sedangkan pedati meskipun masih ada, sudah jarang ditemukan karena peranannya sudah diganti oleh mobil angkutan.

Dalam melakukan transaksi perdagangan, pada masa Mataram Kuna telah dikenal barter dan transaksi yang menggunakan mata uang sebagai alat penukar. Bagaimana ketentuan yang berlaku dalam barter tidak diketahui, begitupula dengan mata uang yang dipakai sebagai alat transaksi yang khusus dipakai di pasar belum pasti benar. Salah satu kemungkinannya adalah memakai mata uang pisis sebagai alat tukar, karena mata uang emas dan perak yang disebutkan dalam prasasti terlalu tinggi nilainya jika dipakai untuk membeli barang keperluan sehari-hari.

Dari data prasasti dapat disimpulkan bahwa masyarakat Mataram Kuna menerapkan konsep pemukiman pañatur deśa dan paṅaṣṭa deśa yang dihubungkan dengan sistem pasar. Hal ini dapat dilihat antara lain dengan adanya data prasasti yang menunjukkan keterkaitan antara konsep pemukiman dengan sistem pasar seperti yang ditulis dalam prasasti Garamān dan adanya perputaran para pedagang yang dtang ke pasar-pasar tertentu pada hari-hari tertentu seperti tertera dalam prasasti Pangumulan A. Simpulan tersebut diperkuat oleh data etnoarkeologi yang memperlihatkan hal yang sama, terutama dari penelitian etnoarleologi di Kabupaten Temanggung.

Sebagai tempat bertemunya masyarakat desa dari pelbagai kalangan, juga mempunyai peranan dalam interaksi di antara mereka, baik interaksi yang terjadi pada orang-orang yang berasal dari desa yang sama maupun interaksi yang terjadi antara orang-orang dari desa yang berlainan. Dalam interaksi yang terjadi di antara warga masyarakat, terdapat kontrak diadik yang sifatnya informal dan tidak dilandasi hukum. Kontrak diadik yang terjadi pada masa itu dapat bersifat simetris dan asimetris, dan hampir terjadi di seluruh lapisan masyarakat.

Disamping sebagai tempat interaksi antar warga masyarakat, pasar pun menjadi tempat orang-orang untuk mencari hiburan. Pasar sebagai pusat hiburan masih terjadi sampai sebelum PD II. Pada waktu itu masih ada pertunjukkan yang diadakan oleh rombongan penari, pelawak, dan penyanyi yang menarik sumbangan dari penonton.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa pasar pada masa Mataram Kuna telah memenuhi prasyarat yang harus ditawarkan suatu pasar di wilayah agraris sehingga dapat menarik para petani untuk melakukan transaksi perdagangan, yaitu keteraturan, kelayakan, dan keamanan yang mencerminkan bahwa di wilayah ini secara ekonomi, politik dan sosial telah terintegrasi. Pada masa itu, pasar yang merupakan tempat salah satu aktivitas yang dilakukan masyarakat, mempunyai peranan dalam kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial. Selain itu dari hasil penelitian ini pun dapat disimpulkan bahwa keadaan dan situasi pasar pada masa Mataram Kuna tidak jauh berbeda dengan keadaan pasar-pasar tradisional masa kini, terutama di pasar-pasar yang terdapat di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah.


Titi Surti Nastiti, 2003,Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna Abad VIII-XI Masehi,Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar