Selasa, 02 April 2013

Linguistik vs Epigrafi


Allan F.Lauder dan Multamina RMT Lauder
(Judul asli Berbagai Kajian Linguistik”, ringkasan dalam buku Pesona Bahasa:Langkah Awal Memahami Linguistik)



Epigrafi merupakan cabang ilmu yang menelaah isi tulisan pada prasasti. Pada umumnya media prasasti adalah batu (termasuk di atas batu nisan) atau tembaga dan isi prasasti berkisar pada masalah sejarah, sosial, dan keagamaan. Orang yang pertama kali menaruh perhatian pada prasasti adalah Raffles sebagaimana yang tertuang dalam bukunya The History of Java tahun 1817. Penelitian mengenai prasasti berkembang sekitar tahun 1850-an. Orang Indonesia yang menekuni epigrafi adalah R.Ng.Poerbatjaraka, lalu diikuti oleh Boechari dan kawan-kawan.

Pengetahuan linguistik sangat diperlukan untuk memahami bahasa kuno. Dalam hal ini, pengetahuan tentang kaidah perubahan bunyi dan korespondensi bunyi sangat membantu untuk melacak kata-kata arkais yang sudah tidak dipakai lagi pada masa kini. Sebagai contoh, di salah satu prasasti ditemukan kata rimwas. Tak ada satupun kamus yang dapat membantu memahami makna rimwas. Dengan bantuan kaidah perubahan bunyi dan korespondensi bunyi, kata rimwas dapat direkonstruksi menjadi rimbas yang dalam bahasa Sunda berarti “parit”.

Epigrafi pada umumnya dipelajari oleh para ahli arkeologi. Kegiatan penelitian prasasti sangat mengasyikkan karena sifat pekerjaannya seperti detektif yang harus memecahkan kata-kata arkais untuk memahami isi tulisan pada prasasti.


Kushartanti, dkk (Peny.),2005.
Pesona Bahasa:Langkah Awal Memahami Linguistik, hlm: 233-234. 
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar