Prof.Dr.Arlo Griffiths
2009
Kajian ini untuk menjelaskan peranan potensial jurusan arkeologi, dan khususnya peminatan epigrafi, dalam hal pembentukkan kajian Asia Tenggara. Di negara inilah sampai sekarang tinggal satu suku minoritas berjumlah kira-kira 100.000 orang yang bernama Cam, hampir semuanya penduduk provinsi Ninh Thuan, beberapa ratus kilometer ke arah timur laut dari Kota Ho Chi Minh. Orang Cam ini yang sebagiannya beragama Islam dan yang bahasanya masih memuat banyak unsur kosa kata yang sangat mirip bahasa Melayu, merupakan ahli waris sebuah peradaban klasik beragama Hindu-Budhha, yang kemudian memeluk Islam, dan yang bahasanya sangat dekat, secara linguistis dengan bahasa Melayu Kuno. Sumber-sumber sejarah peradaban ini menyebutkan Negara Campa. Pada zaman kuno, negara tersebut menduduki luas wilayah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang diduduki orang Cam sekarang ini.
Negara tersebut juga saya katakan serumpun dengan peradaban Nusantara. Kemudian muncul istilah lain lagi, Indochina. Pada zaman kolonial istilah ini digunakan untuk jajahan Prancis di Asia Tenggara, yang kemudian menjadi negara merdeka Kamboja, Laos dan Vietnam. Hal menarik adalah bahwa istilah Indochina sekarang ini dianggap kurang cocok dan malah politically incorrect oleh para ilmuwan tingkat internasional. Di Malaysia, peradaban Campa dianggap serumpun dengan peradaban Melayu.
Mengenai istilah Nusantara, disini saya menggunakan dalam definisi sedikit kurang luas untuk merujuk pada wilayah itu yang bahasa pemerintahannya pada zaman kuno adalah Melayu atau Jawa di samping bhasa Sansekerta; yang dahulu beragama Hindu-Buddha kemudian memeluk Islam dan yang berbagi beberapa ciri budaya lainnya. Secara parentetis, saya mengakui bahwa saya merasa istilah Nusantara masih kurang sesuai dengan keperluan peristilahan kajian Asia Tenggara, baik dalam definisi luas maupun dalam hal yang lebih terbatas, akan tetapi disini saya tidak bermaksud membahas masalah ini.
Kajian ini berdasarkan penelitian epigrafi dalam rangka proyek Corpus of the Inscriptions of Campa yang terdiri atas beberapa ahli yaitu Dr. Thanh Phan (profesor antropologi Vietnam), Dr. William Southworth (arkeolog Inggris), Amandine Lepoutre (calon doktor dalam sejarah Campa), dan saya sendiri (EFEO) serta bekerjasama dengan Puslit Arkenas.
Sifat Dasar Korpus
Prasasti-prasasti Campa adalah teks yang diperintahkan untuk dipahatkan oleh penguasa atau anggota lain masyarakat elit Cam, sebagian besar untuk menandakan sebuah peristiwa seperti pembangunan satu patung pemujaan, pemberian sebuah obyek pemujaan atau sumbangan lahan tanah tertentu untuk menjamin pemujaan di salah satu candi. Yang khas adalah isi dokumen-dokumen ini melangkahi batas bidang duniawi dan religius dan penting bagi struktur kronologis kajian peradaban Campa, dokumen ini sangat sering dilengkapi dengan tanggal yang jelas dan nyata. Tanggal-tanggal tersebut berkisar dari abad ke-6 sampai abad ke-15 Masehi.
Kebanyakan teks-teks ini dipahatkan pada batu: dari batu besar alami sampai batu stela yang dipahat dengan sangat terperinci, hingga pilar pintu atau ambang atas yang dipasang pada pintu masuk candi. Ada sejumlah dinding batu bata atau elemen arsitektural terakota yang dipahat dengan aksara. Ada sejumlah kecil benda pemujaan dari logam yang mengandung prasasti, seperti pembawa dupa (seperti yang disebutkan dalam prasastinya, C.206). Khususnya, seperti dalam kasus epigrafi Kamboja, tidak ada lempeng tembaga atau perunggu bertulis, yaitu kelompok sumber epigrafis yang begitu umum dalam epigrafi India dan Jawa-Bali. Permukaan yang dipahat beragam ukirannya, mulai dari beberapa sentimeter persegi (MY SON E1) sampai beberapa meter persegi (C.17). Atau dari satu suku kata sampai puluhan baris.
Aksara yang digunakan adalah turunan dari apa yang disebut aksara brahmi yang berasal dari India masa sebelum Masehi. Pada abad-abad awal, benar-benar tidak dapat dibedakan tulisan yang ditemukan dalam inskripsi yang sezaman dari India Selatan, Kamboja atau Nusantara, akan tetapi menjelang abad ke-12 M, sistem tulisan ini berkembang menjadi baik sangat teratur bahkan cukup membingungkan, dengan tipe aksara yang sangat keriting. Namun demikian, meskipun perubahan-perubahan dalam bentuk huruf dari awal tulisan Campa sampai aksara-aksara yang masih digunakan. Orang Cam masa kini tulisannya tetap menggunakan sistem India sepenuhnya. Ini berarti bahwa ada banyak ragam vokal, diftong dan konsonan yang bisa direpresentasikan, yang merupakan keuntungan besar bagi pemahaman historis yang baik mengenai bahasa yang dipakai. Bahasa-bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Sansekerta dan bahasa Austronesia Cam Kuno.
Satu pengecualian dari aturan yang mengatakan bahwa prasasti-prasasti awal ditulis dalam bahasa Sansekerta, adalah inskripsi Dong Yen Chau, yang dianggap sebagai dokumen tertulis tertua dalam sebuah bahasa Austronesia dan sepertinya memang paling tidak satu abad lebih tua daripada dokumen tertua Melayu Kuno, yaitu prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan pulau-pulau sekitarnya. Prasasti Melayu Kuno tersebut merupakan sumber yang paling penting dalam rangka historiografi Nusantara Kuno, seandainya jumlahnya lebih banyak.
Sejarah penelitian epigrafi Campa
Abel Bergaigne adalah pioner dan yang tak terkalahkan untuk prasasti Campa berbahasa Sansekerta dan termasuk generasi pertama. Penelitiannya diterbitkan oleh August Barth pada 1893. Sedangkan studi mengenai prasasti berbahasa Cam Kuno diterbitkan oleh Etienne Aymonier pada 1891. Setelah para peneliti tersebut munculah Finot dan Coedes. Louis Finot (sebagai pendiri EFEO) yang menandatangani hampur seluruh publikasi mengenai prasasti baik dalam bahasa Sansekerta maupun Cam Kuno yang terbit pada dua dekade awal abad ke-20. Adapula Edouard Huber dan Paul Mus. George Coedes dan Henri Parmentier pada 1923 mengeluarkan satu jilid inventaris umum monumen dan prasasti Campa dan Kamboja, serta beberapa penambahan pada terbitan terakhir tahun 1942.
Selanjutnya, penelitian terbaru tahun 2009 yang mencakup mengidentifikasi prasasti yang sudah dan belum diinventariskan. Pertama, dimulai di Hanoi dengan koleksi penting di Museum Sejarah Nasional, kemudian menyusuri pesisir provinsi Quang Nam, Khan Hoa dan Ninh Thuan dan juga berhenti du museum Da Nang dan Kota Ho Chi Minh. Salah satu prasasti yang ditemukan paling penting yaitu prasasti stela yang dikeluarkan untuk memperingati peresmian lingga di menara pusat dari kompleks Candi Hoa Lai. Menara pusat ini sebenarnya sudah roboh pada saat ini, sedangkan dua menara yang sisanya baru saja diperbaiki. Prasasti situs ini memuat angka tahun persis di tahun Saka 700, yang bisa diterjemahkan hari Senin, 4 Juni tahun 778 Masehi (sama dengan dikeluarkannya prasasti Kalasan di Indonesia).
Salah satu alasan yang membuat prasasti tertua dari daerah Phan Rang ini menarik adalah kenyataan bahwa prasasti ini sangat jelas memberikan pernyataan tertua mengenai nama daerah ini. Tidak dalam versi bahasa Cam berbunyi Panrang dan juga tidak dalam versi yang sudah disansekertakan dari bahasa Cam yang banyak dipakai di abad-abad berikutnya, yaitu Panduranga, tetapi dalam bentuk Pandaranga tanpa u. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja yang berkuasa, Satyavarman yang dari masa pemerintahannya telah ditemukan prasasti lain yang memberikan informasi kepada kita bahwa musuh-musuh dari Jawa, apapun kesatuan geografis yang mungkin ditunjukkannya, menyerang Campa.
Kata vanyaaga yang terdapat pada salah satu prasasti yang telah diinventarisasikan oleh Coedes pada 1923, sering kali muncul dalam prasasti Jawa Kuno yang artinya sama dengan niaga, berniaga dan kata lain yang berhubungan. Kenyataan bahwa kami menemukan kata pinjaman India yang sama ini dalam korpus-korpus epigrafis Jawa Kuno dan Campa dan juga dalam teks Melayu Klasik, merupakan bukti yang kuat tentang jaringan perdagangan yang telah menyatukan Nusantara dan tetangga dekatnya sepanjang periode sejarah.
Situs tentang Korpus Prasasti Campa sudah dapat diakses sekarang, kunjungi di:
Corpus of the Inscriptions of Campa
http://pipsqueak.atlantides.org/cic/inscriptions/
Sifat Dasar Korpus
Prasasti-prasasti Campa adalah teks yang diperintahkan untuk dipahatkan oleh penguasa atau anggota lain masyarakat elit Cam, sebagian besar untuk menandakan sebuah peristiwa seperti pembangunan satu patung pemujaan, pemberian sebuah obyek pemujaan atau sumbangan lahan tanah tertentu untuk menjamin pemujaan di salah satu candi. Yang khas adalah isi dokumen-dokumen ini melangkahi batas bidang duniawi dan religius dan penting bagi struktur kronologis kajian peradaban Campa, dokumen ini sangat sering dilengkapi dengan tanggal yang jelas dan nyata. Tanggal-tanggal tersebut berkisar dari abad ke-6 sampai abad ke-15 Masehi.
Kebanyakan teks-teks ini dipahatkan pada batu: dari batu besar alami sampai batu stela yang dipahat dengan sangat terperinci, hingga pilar pintu atau ambang atas yang dipasang pada pintu masuk candi. Ada sejumlah dinding batu bata atau elemen arsitektural terakota yang dipahat dengan aksara. Ada sejumlah kecil benda pemujaan dari logam yang mengandung prasasti, seperti pembawa dupa (seperti yang disebutkan dalam prasastinya, C.206). Khususnya, seperti dalam kasus epigrafi Kamboja, tidak ada lempeng tembaga atau perunggu bertulis, yaitu kelompok sumber epigrafis yang begitu umum dalam epigrafi India dan Jawa-Bali. Permukaan yang dipahat beragam ukirannya, mulai dari beberapa sentimeter persegi (MY SON E1) sampai beberapa meter persegi (C.17). Atau dari satu suku kata sampai puluhan baris.
Aksara yang digunakan adalah turunan dari apa yang disebut aksara brahmi yang berasal dari India masa sebelum Masehi. Pada abad-abad awal, benar-benar tidak dapat dibedakan tulisan yang ditemukan dalam inskripsi yang sezaman dari India Selatan, Kamboja atau Nusantara, akan tetapi menjelang abad ke-12 M, sistem tulisan ini berkembang menjadi baik sangat teratur bahkan cukup membingungkan, dengan tipe aksara yang sangat keriting. Namun demikian, meskipun perubahan-perubahan dalam bentuk huruf dari awal tulisan Campa sampai aksara-aksara yang masih digunakan. Orang Cam masa kini tulisannya tetap menggunakan sistem India sepenuhnya. Ini berarti bahwa ada banyak ragam vokal, diftong dan konsonan yang bisa direpresentasikan, yang merupakan keuntungan besar bagi pemahaman historis yang baik mengenai bahasa yang dipakai. Bahasa-bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Sansekerta dan bahasa Austronesia Cam Kuno.
Satu pengecualian dari aturan yang mengatakan bahwa prasasti-prasasti awal ditulis dalam bahasa Sansekerta, adalah inskripsi Dong Yen Chau, yang dianggap sebagai dokumen tertulis tertua dalam sebuah bahasa Austronesia dan sepertinya memang paling tidak satu abad lebih tua daripada dokumen tertua Melayu Kuno, yaitu prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan pulau-pulau sekitarnya. Prasasti Melayu Kuno tersebut merupakan sumber yang paling penting dalam rangka historiografi Nusantara Kuno, seandainya jumlahnya lebih banyak.
Sejarah penelitian epigrafi Campa
Abel Bergaigne adalah pioner dan yang tak terkalahkan untuk prasasti Campa berbahasa Sansekerta dan termasuk generasi pertama. Penelitiannya diterbitkan oleh August Barth pada 1893. Sedangkan studi mengenai prasasti berbahasa Cam Kuno diterbitkan oleh Etienne Aymonier pada 1891. Setelah para peneliti tersebut munculah Finot dan Coedes. Louis Finot (sebagai pendiri EFEO) yang menandatangani hampur seluruh publikasi mengenai prasasti baik dalam bahasa Sansekerta maupun Cam Kuno yang terbit pada dua dekade awal abad ke-20. Adapula Edouard Huber dan Paul Mus. George Coedes dan Henri Parmentier pada 1923 mengeluarkan satu jilid inventaris umum monumen dan prasasti Campa dan Kamboja, serta beberapa penambahan pada terbitan terakhir tahun 1942.
Selanjutnya, penelitian terbaru tahun 2009 yang mencakup mengidentifikasi prasasti yang sudah dan belum diinventariskan. Pertama, dimulai di Hanoi dengan koleksi penting di Museum Sejarah Nasional, kemudian menyusuri pesisir provinsi Quang Nam, Khan Hoa dan Ninh Thuan dan juga berhenti du museum Da Nang dan Kota Ho Chi Minh. Salah satu prasasti yang ditemukan paling penting yaitu prasasti stela yang dikeluarkan untuk memperingati peresmian lingga di menara pusat dari kompleks Candi Hoa Lai. Menara pusat ini sebenarnya sudah roboh pada saat ini, sedangkan dua menara yang sisanya baru saja diperbaiki. Prasasti situs ini memuat angka tahun persis di tahun Saka 700, yang bisa diterjemahkan hari Senin, 4 Juni tahun 778 Masehi (sama dengan dikeluarkannya prasasti Kalasan di Indonesia).
Salah satu alasan yang membuat prasasti tertua dari daerah Phan Rang ini menarik adalah kenyataan bahwa prasasti ini sangat jelas memberikan pernyataan tertua mengenai nama daerah ini. Tidak dalam versi bahasa Cam berbunyi Panrang dan juga tidak dalam versi yang sudah disansekertakan dari bahasa Cam yang banyak dipakai di abad-abad berikutnya, yaitu Panduranga, tetapi dalam bentuk Pandaranga tanpa u. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja yang berkuasa, Satyavarman yang dari masa pemerintahannya telah ditemukan prasasti lain yang memberikan informasi kepada kita bahwa musuh-musuh dari Jawa, apapun kesatuan geografis yang mungkin ditunjukkannya, menyerang Campa.
Kata vanyaaga yang terdapat pada salah satu prasasti yang telah diinventarisasikan oleh Coedes pada 1923, sering kali muncul dalam prasasti Jawa Kuno yang artinya sama dengan niaga, berniaga dan kata lain yang berhubungan. Kenyataan bahwa kami menemukan kata pinjaman India yang sama ini dalam korpus-korpus epigrafis Jawa Kuno dan Campa dan juga dalam teks Melayu Klasik, merupakan bukti yang kuat tentang jaringan perdagangan yang telah menyatukan Nusantara dan tetangga dekatnya sepanjang periode sejarah.
Situs tentang Korpus Prasasti Campa sudah dapat diakses sekarang, kunjungi di:
Corpus of the Inscriptions of Campa
http://pipsqueak.atlantides.org/cic/inscriptions/