H.M.Thoha
Idris
Secara bahasa,
paleografi berasal dari kata paleo yang berarti kuno dan graft yang berarti
tulisan. Secara istilah, palaeografi adalah ilmu yang mempelajari naskah-naskah
kuno yang tercatat atas bahan rapuh/lunak seperti papyrus, kulit, lontar,
tembikar, dan lilin. Palaeografi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari bentuk huruf dan berusaha menetapkan sejarah abjad karena
palaeografi juga mempelajari sejarah dan silsilah abjad. Palaeografi juga
memperhatikan bentuk/estetika huruf dari naskah yang ada disamping mencari
makna sejarahnya.
Berbeda dengan
palaeografi, epigrafi adalah ilmu yang mempelajari tulisan-tulisan di atas
bahan kertas seperti batu dan logam. Hal yang menjadi perhatian utama dalam
epigrafi adalah isi dan struktur pernyataan resmi; undang-undang, peraturan,
keputusan raja, pengakuan hak, prasasti, ketentuan agama, dan perjanjian
raja-raja. Indonesia merupakan negeri dengan peninggalan prasasti dan naskah
kuno yang sangat kaya dalam dunia epigrafi.
Tulisan Jawi
Palaeografi dan
epigrafi Arab merujuk kepada tulisan Jawi, yaitu tulisan berbahasa Melayu
dengan menggunakan huruf Arab. Perkataan tulisan jawi berasal dari bahasa Arab,
yaitu Jawa atau Jawi yang berarti atau dimaksudkan daerah Asia Tenggara beserta
para penduduknya. Hal ini berarti yang dimaksud dengan Jawi atau Jawa itu bukan
hanya panggilan kepada pulau Jawa dan para penduduknya saja, tetapi meliputi
Melayu, Aceh, Pattani, Banjar, Bugis, Makassar, Jawa, Sunda, Minangkabau,
Madura, dan lain-lain. Nama “Java” itu sendiri kemungkinan besar berasal dari
perkataan Jawa Dwipa yaitu nama yang diberikan pada daerah Asia Tenggara oleh
orang-orang terdahulu. Sehingga sampai sekarang pun istilah tulisan Jawi masih
digunakan di daerah Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand
selatan.
Metodologi Tulisan Jawi
(Sistem Ejaan Jawi)
Tulisan Arab yang
digunakan dalam bahasa Melayu atau tulisan Jawi mempunyai beberapa huruf
tambahan. Ini disebabkan karena terdapatnya fonem Melayu yang tidak ada
simbolnya dalam tulisan Arab, oleh sebab itu beberapa huruf baru terpaksa
diciptakan, namun huruf-huruf baru ini masih mengandung ciri-ciri huruf Arab,
antara lain:
Sistem ejaan Jawa
mempunyai dua pengaruh yaitu pengaruh Arab dan pengaruh Melayu. Pada ejaan yang
mendapat pengaruh Arab pada awalnya menggunakan tanda-tanda baris, seperti:
Setelah ejaan ini mulai
umum digunakan dalam bahasa Melayu, maka tanda-tanda baca/garis pun mulai
dihilangkan:
Ejaan pengaruh Melayu
timbul kemudian yaitu setelah diwujudkan huruf-huruf saksi atau vokal dalam
tulisan Jawi yaitu huruf alif, waw, dan ya. Ketiga huruf ini mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai konsonan
(huruf mati/komandan) dan vokal (huruf hidup/saksi). Pada tingkat pertama pada
suku kata pertama diberi huruf saksi sedangan pada suku ke dua tidak, contoh:
Pada tingkat kedua,
ejaan pengaruh Melayu ini menggunakan vokal pada kedua suku kata, contohnya:
Penyebaran Tulisan Jawi
Tulisan Jawi mula-mula
di temui di Trengganu (1303), kemudian di negeri Sembilan (146?) dan di Pahang
(1495). Kesemua tempat tersebut terletak di tanah Semenanjung Melayu. Tetapi
sesudah tarikh tersebut penggunaan tulisan Jawi terdapat di tempat lain di Asia
Tenggara.
Pada masa empayar Aceh
(abad ke-15 M) semua tulisan tersebar luas dalam bahasa Melayu dengan
menggunakan tulisan Jawi. Selain itu disebutkan juga tentang sepucuk surat dari
Paduka Sahabat Kaicil Jingalawu, Kapitan laut Buton kepada Gub. Jen. Johan
Maestuijher di Batavia (1080 H), surat ini penting karena dari surat tersebut
dapat diketahui bahwa 300 tahun lalu, bahasa Melayu dengan tulisan Jawi telah
digunakan di Pulau Buton (Sulawesi Selatan).
Selain itu masih banyak
lagi surat-surat dalam bahasa Melayu bertulisan Jawi yang ditulis oleh para
penguasa asli Asia Tenggara dan pendatang dari luar terutama dari Barat. Bagi
raja-raja yang berkuasa di daerah induk bahasa Melayu-Tanah Semenanjung sampai
ke selatan Thailand, Sumatra Timur dari Tamiang sampai Palembang dan Bengkulu,
Kepulauan Riau hingga ke Bangka, Belitung Tambalen dan lain-lain dan di
sepanjang pantai sekeliling Kalimantan, sudah pasti mereka menggunakan bahasa
Melayu bertulisan Jawi.
Selain dari itu
terdapat hikayat dan kitab yang ditulis dalam bahsa Melayu bertuliskan Jawi.
Naskah-naskah jenis ini tersebar dari Campa dan Pattani di Utara hingga
Surabaya di Selatan dan dari Sumatra di Barat hingga Maluku di Timur.
Di pulau Jawa juga
terdapat karya-karya berbahasa Melayu bertuliskan Jawi, sekalipun daerah ini
termasuk ke dalam daerah kumpulan bahasa Jawa. Di Cirebon misalnya, terdapat
Hikayat Susuhunan Gunungjati. Hikayat ini bertarikh pada 23 Ramadhan 1230/1815
dengan bahasa Melayu bertulisan Jawi.
Di pulau Sumbawa (Nusa
Tenggara) terdapat karya-karya bahasa Melayu bertuliskan Jawi, antara lain “Cerita
Asal Bangsa Jin dan segala Dewa-Dewa”.
Prasasti: Sebagai Media
Tulisan Jawi
Beberapa Prasasti
Bertuliskan Jawi
Islam telah banyak
meninggalkan beberapa batu bersurat atau prasasti di berbagai tempat di Asia
Tenggara. Pada awalnya tulisan-tulisan yang terdapat pada prasasti-prasasti
tersebut menggunakan bahasa Arab dan belum menggunakan bahasa Melayu
bertuliskan Jawi.
Tulisan Jawi (bahasa
Melayu tulisan Arab) yang dipahat pada batu bersurat ditemukan pada prasasti
Trengganu yang ditemui di Sungai Teresar, Kuala Berang, Trengganu Darul Iman,
Malaysia, bertarikh Jumat 4 Rajab 702 H (27 Februari 1303 M). Salah satu lagi
prasasti dengan tulisan Jawi ditemukan di negeri Pahang Darul Makmur, Malaysia
bertarikh 15 Syawal 900 H. Disamping itu terdapat pula satu prasasti yaitu
Prasasti Shekh Ahmad Majmun di Pangkalan Kapuas, negeri Sembilan, Darul Khusus,
Malaysia bertarikh 1467 M.
Sedangkan untuk
manuskrip Jawi, bahan yang paling awal bertarikh 998 H atau 1590 M yaitu
manuskrip kitab Aqadil Nasafi yang mengandung teks dalam bahasa Arab dengan
terjemahan dalam bahasa Mealyu bertuliskan Jawi yang ditulis di bawah setiap
baris teks Arab tersebut. Sebelum kitab ini, terdapat juga kitab Barh Al Lahut
yang ditulis oleh Abdullah Anaf, tetapi salinan teksnya tidak dapat dipastikan
tarikhnya. Selain itu terdapat juga manuskrip-manuskrip lainnya seperti manuskrip
Tuti Namah (1600 M), manuskrip Hikayat Seri Rama (1633 M) dan lain-lain.
Cakrawala
Arkeologi: Persembahan untuk Prof. Dr. Mundardjito
R.Cecep
Eka Permana, Wanny Rahardjo.W, Chaksana A.h.Said (Peny.)
Jurusan
Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Hlm:
230-301
Tidak ada komentar:
Posting Komentar