Sabtu, 13 April 2013

Palaeografi dan Epigrafi Arab (Selayang Pandang)



H.M.Thoha Idris


Secara bahasa, paleografi berasal dari kata paleo yang berarti kuno dan graft yang berarti tulisan. Secara istilah, palaeografi adalah ilmu yang mempelajari naskah-naskah kuno yang tercatat atas bahan rapuh/lunak seperti papyrus, kulit, lontar, tembikar, dan lilin. Palaeografi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bentuk huruf dan berusaha menetapkan sejarah abjad karena palaeografi juga mempelajari sejarah dan silsilah abjad. Palaeografi juga memperhatikan bentuk/estetika huruf dari naskah yang ada disamping mencari makna sejarahnya.

Berbeda dengan palaeografi, epigrafi adalah ilmu yang mempelajari tulisan-tulisan di atas bahan kertas seperti batu dan logam. Hal yang menjadi perhatian utama dalam epigrafi adalah isi dan struktur pernyataan resmi; undang-undang, peraturan, keputusan raja, pengakuan hak, prasasti, ketentuan agama, dan perjanjian raja-raja. Indonesia merupakan negeri dengan peninggalan prasasti dan naskah kuno yang sangat kaya dalam dunia epigrafi.

Tulisan Jawi

Palaeografi dan epigrafi Arab merujuk kepada tulisan Jawi, yaitu tulisan berbahasa Melayu dengan menggunakan huruf Arab. Perkataan tulisan jawi berasal dari bahasa Arab, yaitu Jawa atau Jawi yang berarti atau dimaksudkan daerah Asia Tenggara beserta para penduduknya. Hal ini berarti yang dimaksud dengan Jawi atau Jawa itu bukan hanya panggilan kepada pulau Jawa dan para penduduknya saja, tetapi meliputi Melayu, Aceh, Pattani, Banjar, Bugis, Makassar, Jawa, Sunda, Minangkabau, Madura, dan lain-lain. Nama “Java” itu sendiri kemungkinan besar berasal dari perkataan Jawa Dwipa yaitu nama yang diberikan pada daerah Asia Tenggara oleh orang-orang terdahulu. Sehingga sampai sekarang pun istilah tulisan Jawi masih digunakan di daerah Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand selatan.


Metodologi Tulisan Jawi (Sistem Ejaan Jawi)

Tulisan Arab yang digunakan dalam bahasa Melayu atau tulisan Jawi mempunyai beberapa huruf tambahan. Ini disebabkan karena terdapatnya fonem Melayu yang tidak ada simbolnya dalam tulisan Arab, oleh sebab itu beberapa huruf baru terpaksa diciptakan, namun huruf-huruf baru ini masih mengandung ciri-ciri huruf Arab, antara lain:


Sistem ejaan Jawa mempunyai dua pengaruh yaitu pengaruh Arab dan pengaruh Melayu. Pada ejaan yang mendapat pengaruh Arab pada awalnya menggunakan tanda-tanda baris, seperti:


Setelah ejaan ini mulai umum digunakan dalam bahasa Melayu, maka tanda-tanda baca/garis pun mulai dihilangkan:



Ejaan pengaruh Melayu timbul kemudian yaitu setelah diwujudkan huruf-huruf saksi atau vokal dalam tulisan Jawi yaitu huruf alif, waw, dan ya. Ketiga huruf ini mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai konsonan (huruf mati/komandan) dan vokal (huruf hidup/saksi). Pada tingkat pertama pada suku kata pertama diberi huruf saksi sedangan pada suku ke dua tidak, contoh:


Pada tingkat kedua, ejaan pengaruh Melayu ini menggunakan vokal pada kedua suku kata, contohnya:



Penyebaran Tulisan Jawi

Tulisan Jawi mula-mula di temui di Trengganu (1303), kemudian di negeri Sembilan (146?) dan di Pahang (1495). Kesemua tempat tersebut terletak di tanah Semenanjung Melayu. Tetapi sesudah tarikh tersebut penggunaan tulisan Jawi terdapat di tempat lain di Asia Tenggara.

Pada masa empayar Aceh (abad ke-15 M) semua tulisan tersebar luas dalam bahasa Melayu dengan menggunakan tulisan Jawi. Selain itu disebutkan juga tentang sepucuk surat dari Paduka Sahabat Kaicil Jingalawu, Kapitan laut Buton kepada Gub. Jen. Johan Maestuijher di Batavia (1080 H), surat ini penting karena dari surat tersebut dapat diketahui bahwa 300 tahun lalu, bahasa Melayu dengan tulisan Jawi telah digunakan di Pulau Buton (Sulawesi Selatan).

Selain itu masih banyak lagi surat-surat dalam bahasa Melayu bertulisan Jawi yang ditulis oleh para penguasa asli Asia Tenggara dan pendatang dari luar terutama dari Barat. Bagi raja-raja yang berkuasa di daerah induk bahasa Melayu-Tanah Semenanjung sampai ke selatan Thailand, Sumatra Timur dari Tamiang sampai Palembang dan Bengkulu, Kepulauan Riau hingga ke Bangka, Belitung Tambalen dan lain-lain dan di sepanjang pantai sekeliling Kalimantan, sudah pasti mereka menggunakan bahasa Melayu bertulisan Jawi.

Selain dari itu terdapat hikayat dan kitab yang ditulis dalam bahsa Melayu bertuliskan Jawi. Naskah-naskah jenis ini tersebar dari Campa dan Pattani di Utara hingga Surabaya di Selatan dan dari Sumatra di Barat hingga Maluku di Timur.

Di pulau Jawa juga terdapat karya-karya berbahasa Melayu bertuliskan Jawi, sekalipun daerah ini termasuk ke dalam daerah kumpulan bahasa Jawa. Di Cirebon misalnya, terdapat Hikayat Susuhunan Gunungjati. Hikayat ini bertarikh pada 23 Ramadhan 1230/1815 dengan bahasa Melayu bertulisan Jawi.
Di pulau Sumbawa (Nusa Tenggara) terdapat karya-karya bahasa Melayu bertuliskan Jawi, antara lain “Cerita Asal Bangsa Jin dan segala Dewa-Dewa”.


Prasasti: Sebagai Media Tulisan Jawi
Beberapa Prasasti Bertuliskan Jawi

Islam telah banyak meninggalkan beberapa batu bersurat atau prasasti di berbagai tempat di Asia Tenggara. Pada awalnya tulisan-tulisan yang terdapat pada prasasti-prasasti tersebut menggunakan bahasa Arab dan belum menggunakan bahasa Melayu bertuliskan Jawi.

Tulisan Jawi (bahasa Melayu tulisan Arab) yang dipahat pada batu bersurat ditemukan pada prasasti Trengganu yang ditemui di Sungai Teresar, Kuala Berang, Trengganu Darul Iman, Malaysia, bertarikh Jumat 4 Rajab 702 H (27 Februari 1303 M). Salah satu lagi prasasti dengan tulisan Jawi ditemukan di negeri Pahang Darul Makmur, Malaysia bertarikh 15 Syawal 900 H. Disamping itu terdapat pula satu prasasti yaitu Prasasti Shekh Ahmad Majmun di Pangkalan Kapuas, negeri Sembilan, Darul Khusus, Malaysia bertarikh 1467 M.

Sedangkan untuk manuskrip Jawi, bahan yang paling awal bertarikh 998 H atau 1590 M yaitu manuskrip kitab Aqadil Nasafi yang mengandung teks dalam bahasa Arab dengan terjemahan dalam bahasa Mealyu bertuliskan Jawi yang ditulis di bawah setiap baris teks Arab tersebut. Sebelum kitab ini, terdapat juga kitab Barh Al Lahut yang ditulis oleh Abdullah Anaf, tetapi salinan teksnya tidak dapat dipastikan tarikhnya. Selain itu terdapat juga manuskrip-manuskrip lainnya seperti manuskrip Tuti Namah (1600 M), manuskrip Hikayat Seri Rama (1633 M) dan lain-lain.


Cakrawala Arkeologi: Persembahan untuk Prof. Dr. Mundardjito
R.Cecep Eka Permana, Wanny Rahardjo.W, Chaksana A.h.Said (Peny.)
Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Hlm: 230-301

Tidak ada komentar:

Posting Komentar