Rabu, 08 Mei 2013

Prasasti Logam: antara Indonesia dan India



Vernika Hapri

Prasasti logam tidak seperti prasasti batu yang hanya dikeluarkan satu setiap ada keputusan dari seorang raja. Prasasti logam yang umumnya terbuat dari tembaga ini berjumlah beberapa lembar lempeng bahkan puluhan. Hal tersebut dikarenakan media lempeng yang terbatas untuk menulis. Namun berkat hadirnya prasasti logam ini, kekreatifan para citralekha pun kian terbuka luas, dengan disisipkannya nomor lempeng untuk menentukan urutan pembacaan lempengnya, keahlian seni ukir aksara yang kian diperindah, adanya berbagai media tulis seperti perunggu, tembaga dan emas, serta hiasan atau ukiran gambar yang dipahatkan pada lempeng prasasti. Ukuran lempeng prasasti umumnya berkisar 40 x 30 cm atau lebih kecil 1) yang memuat dari empat baris hingga kurang lebih sepuluh baris tulisan, bahkan ada yang lebih.  Ditulis umumnya dikedua sisi (recto dan verso).

prasasti tembaga

prasasti emas
prasasti perunggu

Beberapa prasasti lempeng juga digunakan sebagai prasasti tinulad (turunan) yaitu prasasti yang pernah dibuat dan ditulis kembali pada saat yang berbeda dengan beberapa perubahan. Umumnya berisi penetapan sima seperti prasasti batu, juga tentang keputusan peradilan (jayapatra) 2).

Di India prasasti logam juga terdiri atas puluhan lempeng, namun mereka dikaitkan dengan satu cincin besar yang diatas cincin itu terdapat cap kerajaan yang mengeluarkan prasasti tersebut. Hal ini tidak ditemukan di Indonesia (mungkin belum ditemukan), hanya saja telah diketahui pasti bahwa ada beberapa prasasti yang terdapat lubang kecil di pinggirannya. Kemungkinan lubang tersebut merupakan tempat kaitan prasasti. Belum ditemukannya kaitan prasasti di Indonesia karena kemungkinan bahan kaitan tersebut beruapa bahan yang mudah rapuh. Di India, bahan kaitan prasasti juga sama seperti bahan pembuatan prasasti. Contoh terkenal adalah prasasti Tiruvalankadu masa pemerintahan Raja Rajendra Chola I.

Prasasti Tiruvalankadu ditemukan dalam jumlah 57 lempeng dengan dua kaitan berstempel. Ke-57 lempeng tersebut terbagi atas tiga kelompok, yaitu kelompok I yang terdiri atas tiga lempeng berisi kalimat berbahasa Sansekerta, kelompok II terdiri atas 22 lempeng berisi atas anugrah raja di Tamil umumnya dan kelompok III terdiri atas 33 lempeng berisi para peyumbang dana dari kaum Brahmana, candi-candi yang dibuat serta pelayanan lainnya. Kelompok I berat 3 lempeng mencapai 3,4 kg dengan ukuran masing-masing lempeng 42x24 cm dengan tebal 0,13 cm. Kelompok II berat 22 lempang mencapai 34,07 kg dengan ukuran masing-masing lempeng 42 x 22,9 cm dan 35 x 22,9 cm dengan ketebalan 0,13 cm. Kelompok III berat 32 lempeng mencapai 44,70 kg, ukuran lempeng berbeda-beda mulai dari 41,4 x 22,9 cm, 40,7 x 20,3 cm, dan 38,6 x 21 cm dengan ketebalan antara 0,1-0,5 cm. Sedangkan berat keseluruhan kaitan yang berbentuk cincin besar beserta stempel mencapai 7,5 kg dengan diameter stempel 18 cm 3)

prasasti Karandai/Tiruvalankadu
cincin kaitan dengan beberapa lempeng logam prasasti
(foto: Emmanuel Francis)

(bagian atas) lambang raja pada cincin kaitan prasasti Karandai/Tiruvalankadu
(foto: Emmanuel Francis)

Stempel tersebut terdiri atas beberapa gambar yaitu harimau Chōḷa yang sedang mengaum (membuka mulutnya) sambil duduk, dibelakangnya terdapat tiang lampu, panji (bendera), belati dengan ujung menancap tanah dan galah, didepannya terdapat sepasang ikan (lambang Pāṇḍya) yang membelakangi tiang lampu, panji, belati dan galah, diatas keduanya terdapat payung (chhatra) yang diapit sabetan lalat (chauri), dibawah keduanya (kanan ke kiri) terdapat swastika, babi hutan, kursi yang sangat mungkin adalah singgasana dan gendang. Babi hutan merupakan lambang Chālukya. Lambang tersebut dibingkai dengan lingkaran yang disisipi tulisan yang melingkari stempel berbunyi:

Rājad-rājanya-makuṭa-śrēṇi-ratnēshu śāsanam
ētad-Rājēndra-chōḷasya Parakēsarivarmmaṇaḥ 4)
“ini adalah keputusan Parakēsarivarmman Rājēndrachōḷa (yang lahir) dalam kilauan permata dari keturunan mahkota kerajaan”

Di Indonesia memang jarang ditemukan lubang pada prasasti seperti kebanyakan yang ada pada prasasti logam di India. Beberapa contohnya ialah prasasti E.14 yang kini disimpan di Museum Nasional yang berasal dari daerah Temanggung, Jawa Tengah, dibagian tengah atas ada lubang kecil 5). Kemudian prasasti E.18 yaitu prasasti Landa (Kwak V/Mulak IV) yang kini disimpan di Museum Nasional yang berasal dari desa Ngabean, Magelang yang dibagian pinggir kiri ada lubang kecil 6).

prasasti Pamintihan
(foto: Arlo Griffiths)
prasasti Marinci


Sedangkan prasasti logam yang berhias pun jarang ditemukan, hanya beberapa prasasti logam saja seperti prasasti Marinci (E.49) yang kini disimpan di Museum Nasional berasal dari desa Princi, Malang dengan hiasan Garuḍa? Atau kakak tua? 7). Prasasti Pamintihan (E.88a) yang kini disimpan di Museum Nasional dari desa Sendang Sedati, Bojonegoro di lempeng pertama terdapat ukiran seekor burung yang sedang terbang mengembangkan sayapnya, diatas pohon yang penuh buah dan untaian bunga. Pohon ini tumbuh dari sebuah jambangan besar berbentuk bunga teratai yang sedang mekar 8).

Di India Selatan di daerah Chennai ditemukan prasasti yang berukirkan babi hutan yang  merupakan lambang raja Chālukya, juga prasasti logam Mainamati yang terpengaruh Bengal pun ditemukan ukiran hiasan sapi berpunuk. Kesimpulan yang dapat diambil ialah walaupun kebudayaan India sangat berpengaruh besar terhadap masa Indonesia kuno, namun kebudayaan Indonesia kuna masih menyisakan ciri-ciri pembeda antara Indonesia dan India, baik aksara, ragam prasasi logam, serta hiasan pada prasasti.

prasasti Mainamati
(foto: Arlo Griffiths)

prasasti Chennai, India Selatan
(foto: Emmanuel Francis)



Catatan:
1) berdasarkan beragam ukuran prasasti logam dalam buku Prasasti Koleksi Museum Nasional, jilid I.
2). Prasasti Koleksi Museum Nasional, hlm: 52.
3).  K.G.Krishnan, 1984: 1-3
4) --, hlm: 4-5
5)--, hlm: 56
7). --, hlm: 111
8). __-, hlm: 179

Daftar Acuan:
K.G.Krishnan, 1984. Karandai Tamil Sangam Plates of Rajendrachola I. New Delhi: Archaeological Survey of India.
Museum Nasional, 1986. Prasasti Koleksi Museum Nasional, jilid I. Proyek Pengembangan Museum Nasional.






1 komentar: